Pernah membayangkan, bagaimana seseorang menulis buku, bukan dengan tangan atau
anggota tubuh lainnya, tetapi dengan kedipan kelopak mata kirinya? Jika Anda
mengatakan itu hal yang mustahil untuk
dilakukan, tentu saja Anda belum
mengenal orang yang bernama Jean-Dominique Bauby. Dia pemimpin redaksi majalah
Elle, majalah kebanggaan Prancis yang digandrungi wanita seluruh
dunia.
Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya
untuk tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa. Ia
meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan. Setelah tahu apa yang dialami
si Jean dalam menempuh hidup ini, pasti Anda akan berpikir, “Berapa pun problem
dan stres dan beban hidup kita semua, hampir tidak ada artinya dibandingkan
dengan si Jean!”
Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya
lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan total yang
disebutnya “Seperti pikiran di dalam botol”. Memang ia masih dapat berpikir
jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun bergerak. Satu-satunya
otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah
cara dia berkomunikasi
dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan
temannya.
Begini cara Jean menulis buku. Mereka (keluarga, perawat,
teman-temannya) menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip apabila
huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. “Bukan main,”
kata Anda.
Ya, itu juga reaksi semua yang membaca kisahnya. Buat kita,
kegiatan menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa. Namun, kalau kita
disuruh “menulis” dengan cara si Jean, barang kali kita harus menangis dulu
berhari-hari dan bukan buku yang jadi, tapi mungkin meminta ampun untuk tidak
disuruh melakukan apa yang dilakukan Jean dalam pembuatan bukunya. Tahun 1996 ia
meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya
secara sangat istimewa. Judulnya, “Le Scaphandre” et le Papillon (The Bubble and
the Butterfly).
Jean adalah contoh orang yang tidak menyerah pada nasib yang
digariskan untuknya. Dia tetap hidup dalam kelumpuhan dan tetap berpikir jernih
untuk bisa menjadi seseorang yang berguna, walaupun untuk menelan ludah pun, dia
tidak mampu, karena seluruh otot dan saraf di tubuhnya lumpuh. Tetapi yang patut
kita teladani adalah bagaimana dia menyikapi situasi hidup yang dialaminya
dengan baik dan tetap menjadi seorang manusia (bahasa Sansekerta yang berarti
pikiran yang terkendali), bahkan bersedia berperan langsung dalam film yang
mengisahkan dirinya. Jean, tetap hidup dengan bahagia dan optimistis, dengan
kondisinya yang seperti sosok mayat bernapas. Sedangkan kita yang hidup tanpa
punya problem seberat Jean, sering menjadi manusia yang selalu mengeluh..! Coba
ingat-ingat apa yang kita lakukan. Ketika mendapat cuaca hujan, biasanya
menggerutu. Sebaliknya, mendapat cuaca panas juga menggerutu. Punya anak banyak
mengeluh, tidak punya anak juga mengeluh. Carl Jung, pernah menulis demikian:
“Bagian yang paling menakutkan dan sekaligus menyulitkan adalah menerima diri
sendiri secara utuh, dan hal yang paling sulit dibuka adalah pikiran yang
tertutup!” Maka, betapapun kacaunya keadaan kita saat ini, bagi yang sedang
stres berat, yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun melawan orang
lain, atau anggota keluarga yang sedang tidak bahagia karena kebutuhan hidupnya
tidak terpenuhi, yang baru mendapat musibah kecelakaan atau bencana, bagi yang
sedang di-PHK, ingatlah kita masih bisa menelan ludah, masih bisa makan dan
menggerakkan anggota tubuh lainnya. Maka bersyukurlah, dan
berbahagialah…!
Jangan menjadi pengeluh, penggerutu, penuntut abadi, tapi
bijaksanalah untuk bisa selalu think and thank (berpikir, kemudian berterima
kasih/ bersyukurl). Dalam artikel yang berjudul Kegagalan & Kesuksesan Hasil
Konsekuensi Pikiran ( SPM 26 Februari 2005) dituliskan, seseorang yang sadar
sepenuhnya, dia datang ke dunia ini hanya dibekali sebuah nyawa
(jiwa). Nah,
nyawa itu harus dirawat dengan menjalani kehidupan secara bertanggung jawab.
Dengan nyawa ini pulalah, seseorang harus hidup bahagia, di manapun dia berada,
dan dalam kondisi apapun, dia
harus bisa bahagia. Kunci kebahagiaan adalah
bersyukur! Mensyukuri apa yang kita dapat itu penting, termasuk sebuah nyawa
agar kita bisa hidup di alam ini. Dan kebahagiaan bisa dibuat, dengan tidak
meminta (menuntut) apapun pada orang lain, tetapi memberikan apa yang bisa
diberikan kepada orang lain agar mereka bahagia. Jadilah seseorang yang merasa
ada gunanya untuk kehidupan ini.
Untuk itu, Anda bisa mendengarkan intuisi
sendiri sehingga bertindak sesuai nurani dan menghasilkan apa yang Anda inginkan
dalam hidup. Hadapi hidup dengan tabah karena orang-orang beruntung bukan tidak
pernah gagal. Bukan tidak pernah ditolak, juga bukan tidak pernah kecewa. Justru
banyak orang yang sukses itu sebetulnya orang yang telah banyak mengalami
kegagalan.
Berpikirlah positif, Anda akan menjadi orang yang beruntung.
Banyak cerita tentang keberuntungan berasal dari kejadian-kejadian yang tidak
menguntungkan. Misalnya, kehilangan pekerjaan memunculkan ide besar untuk mulai
bisnis sendiri dan menjadi majikan. Ditolak pun bisa mendatangkan kesuksesan.
Tetapi, untuk mendapatkan keberuntungan diperlukan usaha. Dan mulailah sekarang
juga untuk berusaha!
No comments:
Post a Comment